21 Mungkinkah jiwa hanya menginginkan dirinya di-ikhlaskan untuk dilepaskan secepat-cepatnya? Untuk bergegas mem-baur dengan asap hitam pekat, galonan avtur, dan irisan bongkahan ba-ngunan yang melayang-layang? Setelah itu, berharap segalanya akan ditempuh dengan mudah. Su-dah tak ada lagi apa pun di benak dan otak. Semua menjadi kecil. Tak berdaya. Sudah tak ada lagi keringat mengucur. Apalagi aku. Sekarang, tidak ada lagi siapa aku. Malaikat sudah memisahkannya. Sekejap perasaan cemas itu sudah tidak ada lagi. Sudah terlewati... Hanya putih... Perempuan berkerudung itu tak sempat menjerit seperti yang lain. Ba-dannya roboh seketika dan kepalanya menghantam pembatas ja-lan. Bayi dalam gendongannya seketika menangis keras. Matahari hari itu dengan berat hati tetap menyinari bumi. Wajahnya ter-saput kepulan asap hitam membubung tinggi. Tapi matahari tak ingin melukiskan keraguannya untuk bertahan menyinari pagi me-mi-lukan itu. Tuhan telah menuliskan takdir pada penyinar bumi itu un-tuk terus berjalan dengan tegap menyorotkan sinarnya, apa pun yang terjadi. Meskipun sehari sebelumnya dia telah diberitahu oleh Tuhan tentang apa yang akan dia sinari esok pagi, dia bungkam seribu bahasa. Dia tetap menjadi matahari yang akan terus menyaksikan peristiwa di bumi hingga akhir zaman. Dia akan terus memendam rasa sedih dan senang yang tak pernah tersampaikan. Tugasnya hanya menerbitkan sinar dengan paparan panasnya. Saat tenggelam, dia hanya bisa berdoa agar Tuhan memberi ke-ajaiban kepada dirinya untuk terus bertahan hingga akhir dunia. Saat menghilang pada hari itu, dia membujuk bulan di langit agar terbelah sekali lagi, sebagai sebuah keajaiban abadi.
Gratis Bulan Terbelah Dilangit Amerika Pdf
DOWNLOAD: https://shoxet.com/2vJKW6
26 Sejenak aku bertanya dalam diri, mengapa Fatma Pasha dulu mencarikan se-lebaran lowongan reporter itu kepadaku. Dialah perantara takdirku de-ngan Heute ist Wunderbar. Sungguh aku benarbenar tidak melirik lo-wongan pekerjaan di koran gratisan itu. Entah ke mana teman Turki-ku itu. Sudah setahun lebih dia meng-hi-lang. Dan hanya tersisa selebaran lowongan pekerjaan jadi wartawan ber-bahasa Inggris yang dia pernah tinggalkan untukku waktu itu. Aku tahu, ini pasti karena dia selalu mendengarkan keluh kesah tentang kebosananku di Wina saat kami kursus Jerman. Tentang ketakutanku mau jadi apa jika hanya berdiam di rumah. Tentang keenggananku men-jadi ibu rumah tangga seperti dirinya. Bukannya aku tak mengakui peran ibu rumah tangga sebagai pekerjaan paling mulia di muka bumi, tak tertandingi. Tapi peran itu akan menyenangkan jika ada anak-anak yang dibesarkan dan diasuh. Me-rekalah yang membuat fitrah seluruh ibu menjadi otomatis mulia. Se-tidaknya, para pria harus berusaha lebih agar bisa menandingi wanita da-ri segi ini. Tapi Tuhan belum mengamanahkannya un-tukku dan Rangga. Tuhan punya skenario berbeda. Selebaran lowongan pekerjaan temuan Fatma Pasha itu akhirnya benar-benar kucoba, meski harus dengan cara paksa yang mengagumkan da-ri Rangga. Jelas, satu di antara sejuta kemungkinan, seorang Fatma Pa-sha bisa menemukan selebaran Heute ist Wunderbar di dekat ru-mahnya. Tapi takdir telah memilih, satu dari sejuta itu ternyata ada-lah Fatma Pasha. Dialah yang menemukan selebaran itu untukku, ke-tika aku mulai panik dengan keadaan menjemukan di Wina. Aku akhirnya menyadari, setelah dipertemukan dengan Fat-ma Pasha di kursus Jerman, domino takdir ternyata tak berhenti di sa-na. Satu pertemuan dramatis itu telah membuka jala-jala takdirku dan Rangga. Empat bulan sejak kursus Jerman itu berawal, aku di-te-rima menjadi wartawan kolom bahasa Inggris di Heute ist Wunderbar. Surat kabar gratis yang selalu nongkrong di U-Bahn, bus, stasiun, dan tempat-tempat umum yang penuh manusia berlalu-lalang. Surat ka-bar yang pernah membuatku berpikir untuk mencuri surat kabar lain yang dipajang di panel-panel tiang listrik, karena aku kehabisan Heute ist Wunderbar. Koran gratisan itu ternyata merespons CV-ku, be-berapa bulan setelah Fatma menghilang. Ketika aku mengirim surel dengan lampiran CV dan pasfoto yang tak pernah kuperbarui lagi dalam setahun terakhir ini, ada sebuah ko--lom yang harus kujawab. Kolom itu menanyakan bagaimana aku bi--sa mengetahui informasi tentang lowongan pekerjaan ini. Aku me-nerawang jauh mengingat Fatma Pasha. Pertemuan kami yang per-tama hingga ak-hirnya dia tega meninggalkanku begitu saja me-meluk kesepian di Wina. Kutulis jawaban di kolom itu dengan mantap: Dari Fatma Pasha, seorang Turki yang selama hidupnya mencari pekerjaan, tapi dia sendiri tak pernah mendapatkannya.
39 Hanum Seperti yang kukhawatirkan, Heute ist Wunderbar akan mengakhiri do-minasi surat kabar gratisnya. Ini sebuah keputusan berat bagi peru-sahaan maupun bagi kami di redaksi. Dan tentu saja bagi Gertrud, pe-mimpin kami. Aku masih tak percaya saat mendengar kata-kata Gertrud. Da-ri awal aku memang agak ragu dengan model bisnis koran lokal be-gini. Bagaimana mungkin perusahaan media dengan awak sebanyak ini bisa mencetak laba hanya dengan mengandalkan iklan, kemudian membagi gra-tis korannya? Mulai bulan depan Heute ist Wunderbar akan menghentikan ver-si gratisnya. Bulan depan koran ini akan muncul dalam format full service newspaper. Jika aku tak bisa menaikkan oplah, dewan di-reksi akan mengurangi jumlah karyawan. Ya, aku dan juga kamu ter-ancam kehilangan pekerjaan. Kecuali kita bisa membuat artikel yang...yang benar-benar 'LUAR BIASA. Yang LUAR BIASA? Oh, apa kriteria LUAR BIASA itu? Aku men-du-dukkan diriku kembali di depan meja Gertrud. Pandangan mata Gertrud penuh gairah, matanya mengembara ke langit-langit. Aku pi-kir berita pria uzur playboy atau penyekapan selama 9 tahun seorang anak sudah luar biasa menurut mereka. Kau tidak memintaku meliput Regenbogen Festival, kan? ta-nya-ku sambil menaikkan alis mata. Aku merujuk pesta pasangan sejenis yang disuguhkan di jalanan uta-ma Wina setiap tahun, berjuluk Regenbogen atau Festival Pelangi. Di festival itu akan dipertontonkan bagaimana manusiamanusia sedang "melawan" takdir Tuhan. Lalu diakhiri dengan penyerahan trofi bagi pasangan sejenis terheboh karena paling berani membuka aurat. Aku ber-doa Gertrud tidak menugasiku meliput acara yang tidak menuntut in-tegritas otakku. Ya, kita jelas harus meliput keduanya, Hanum, jawab Gertrud sam-bil mencoba-coba menyalakan rokoknya. Tapi, kuharap kau tidak memintaku meliputnya, Gertrud. Tolonglah. Kau bisa mengirim Jacob untuk berita-be-rita macam ini, sergahku langsung. Ya, pasti Jacob kru yang paling bersemangat melakukannya. Kolegaku yang memang lebih menyukai pria daripada wanita itu sudah pasti jauh lebih pantas meliputnya daripada aku. Bukan, bukan artikel seperti itu. Aku memintamu menulis artikel yang jauh lebih besar daripada itu. Dan aku tahu kau pasti tidak akan suka, ujar Gertrude sambil menggeleng-geleng. Aneh. Bosku ini menginginkanku meliput sesuatu yang tidak mung-kin kuinginkan? Lalu, kenapa dirinya tetap mendesakku? Katakan, Gertrud, tantangku sudah hampir habis kesabaran. Aku memintamu menulis artikel yang...yang akan mengubah du-nia.
239 Bulan hanya berharap, matahari, bintang, dan benda-benda ga-laksi lainnya sampai kapan pun tak memintanya untuk terbelah lagi. Karena sungguh malu dia memohon pada Tuhannya untuk itu, ha-nya demi membuka mata umat manusia. Toh akhirnya mereka te-tap ingkar pada kebenaran. Sudahlah cukup nyata mukjizat paling be-sar yang telah diturunkan bagi manusia: Al-Qur an. Dia begitu te-r-sanjung karena Tuhan telah menyebut namanya di dalamnya, Al-Qamar. Di sana terencana maksud-maksud Tuhan tentang apa pun di balik peristiwa; dan membiarkan manusia bertanya mengapa dan mengapa. Mengapa yang harus dilandasi kecintaan pada Sang Pem-beri Tanya. Dan pertanyaan sumbang itu terlontar akhirnya. Mengapa peristiwa lak-nat menggiring tebaran burung besi menabrak bangunan-bangunan di dataran jantung Amerika terjadi? Bagaimana mungkin Tuhan mem-biarkannya terjadi? Sebagaimana Tuhan membiarkan terjadinya se-gala tragedi keributan yang tak pernah berakhir antaranak manu-sia sejak Adam dilahirkan? Karena kita manusia yang meminta dan memohonkannya dari du-lu. Karena kita manusia yang meminta ujian dan cobaan itu di-pe-ris-tiwakan. Lalu, di antara kita kemudian berselisih sendiri. Sebagian menja-di semakin takwa dan sebagian yang lain justru makin ingkar dari jan-ji-janji kebaikan sebagai manusia, saat ruh pertama kali disusupkan da-lam tubuh kita. Kemudian dalam kekalutan, anak-anak manusia itu menjadi beringas; memusuhi sesamanya, berselisih, menelikung, bah-kan saling memerangi saudara sendiri sebagai jalan keluar. Dia yang lulus dari ujian adalah mereka yang benar-benar berserah di-ri dan bertakwa sepenuhnya pada Allah Swt. Aku tercenung lama dalam pesawat yang membawa kami dalam pe-r-antauan di Wina, puluhan ribu kilometer dari Indonesia, negeri yang kami cintai. Di hadapanku, tuts-tuts laptop menunggu untuk di-ketik. Rembulan sudah tak ingin terlihat lagi kini. Dia kembali menatap masa depannya yang masih jutaan tahun ra-sanya. Melepasku dalam kelindan pikiran dan pertanyaan.
247 Setiap hari, berulang puluhan kali, muslim akan menebarkan sa-lam untuk sekitarnya. Menyapa dengan kedekatan, kehangatan, dan kedamaian. Sebagaimana Islam dimaknai sebagai salam yang berarti kedamaian. Dunia tanpa Islam adalah dunia tanpa kedamaian. Islam tanpa amalan adalah kehampaan. Amalan tanpa iman adalah kegelapan. Bumi, kalian adalah saudara yang akan saling menolong pada hari ak-hir. Ketika aku dipinta Tuhan untuk benar-benar terbelah lagi, de-kaplah mereka, dan singkirkan anasir-anasir penggerogot nurani. Sekarang, pandanglah aku sekali lagi. Lihatlah aku pada malammu. Sujudlah pada-nya. Ketika tawakalmu mengalahkan segala nafsu dan egomu, kau akan merasa Tuhan lebih dekat daripada sukmamu sendiri. Pegang teguh menara kembarmu: Iman dan Amalan; maka setiap waktu aku sudi "membelah" lagi sebagai keajaibanmu. Demi matahari dan cahaya siangnya. Demi bulan apabila mengiringinya. Sungguh beruntung orang yang senantiasa menyucikan jiwa. Pancarkan Islam. Tebarkan salam. Sinarkan kedamaian. Semoga keselamatan, rahmat, dan berkah Allah menyertai kamu sekalian. Assalaamualaikum warahmatullaahi wabarakatuh. 2ff7e9595c
Comments